cetak

Digital Kills Printed(?)

Well, kata siapa digital membunuh yang cetak?

Hukum alam secara umum memang selalu memenangkan yg kuat. Tapi lebih dari itu, alam selalu memenangkan yg mampu beradaptasi.

Awal tahun 2016 ini ada satu majalah besar yg sudah bertahun-tahun menghiasi rak-rak penjualan majalah di tiap toko buku ataupun pedagang majalah eceran emperan. Mengusung nama yg sama dengan sebuah radio komersil anak muda ibu kota, di bawah naungan grup yg sama, Trax Magazine memutuskan bulan Februari 2016 sebagai akhir dari “kehidupan” mereka.

Saya bukan pembaca setia Trax Magazine. Saya hanya salah seorang yg masih mencintai dan mengapresiasi segala sesuatu yg masih berbau “analog”. Sampai 2011, saya masih bermain kamera dengan roll film yg semakin hari harga roll film-nya semakin mahal pun semakin sulit mencari studio foto yg masih memiliki dark room dan menyediakan jasa pencucian roll film. Belum lagi biaya untuk mengkonversi data foto dari roll film menjadi data digital berformat .jpg dengan cara scan yg biayanya juga mahal. Untuk kantong mahasiswa rantau, uangnya lebih baik saya pakai beli makan dan kebutuhan dasar hidup lainnya.

image

Kembali ke soal Trax Magazine, banyak yg meyakini bahwa berakhirnya mereka disebabkan banyaknya webzine-webzine berserakan di internet. Pun untuk mengetahui kabar terbaru dari band atau musisi kesayangan saat ini tidak perlu lagi menunggu seminggu sekali sampai majalah mengeluarkan kabar terbaru. Cukup mengeluarkan gawai dan membuka berbagai aplikasi, DANG! Informasi didapat hanya dalam hitungan menit. Tapi saya yakin, bukan (hanya) ini alasannya.

Masih banyak media cetak lain yg bertahan di tengah gempuran internet dan webzine dan e-magazine. Hai Magazine hanya salah satu di antaranya. Btw, majalah ini nemenin saya dari 10 tahun yg lalu dan sekarang umurnya udah sepantaran bapak-bapak beranak dua. Hahaha. Beberapa di antara media cetak yg bertahan memutuskan untuk beradaptasi dan menggunakan dua platform. Cetak dan digital/website. Hai Magazine masih rutin mengeluarkan majalah cetaknya seminggu sekali (walaupun saya nggak tau apakah jumlah cetakannya saat ini masih sama seperti jumlah cetakannya 2 atau 3 tahun lalu) dengan tetap rutin membuat mini artikel di website-nya. Penasaran? Buka http://www.haimagazine.com aja. (Promosi. Padahal nggak dibayar. Suer bukan buzzer! :D)

Begitupun majalah-majalah lain. Sebut saja Kawanku, Go Girl, Femina, dll dsb. Eh iya, tiba-tiba saya inget satu majalah yg dulu jaman saya SMP sempet ngehits banget. Ada yg tau kabar majalah Aneka Yess? Iya, yg  ngorbitin Indra Bekti dan artis-artis lain. Kok kayanya saya udah nggak pernah liat mereka di rak-rak penjualan majalah ya? Hemm…

Yah, saya berharap jangan ada lagi deh majalah-majalah besar yg “berakhir”. Malah saya berharapnya webzine-webzine independen yg selama ini baru berkiprah di web dalam format blog bisa punya format cetaknya. Semangat! Semangat cari sponsor biar bisa segera ngeluarin zine cetaknya! 😀